Sehari-dua hari tak ada kabar tentang transaksi tersebut. Lalu saya tanyakan lagi melalui email, bagaimana statusnya? Mengapa tak ada basa-basi, sebaris atau dua baris kalimat yang menyatakan bahwa uang sudah diterima, dan buku akan segera dikirim? Apakah toko ini gak ada penunggunya? Tetap tak ada jawaban. Akhirnya saya telepon ke sebuah nomor, bukan nomor langsung si penjual buku, tapi tempat sebuah agen pariwisata nampaknya.
Ya saya coba-coba saja, karena beberapa hari tak ada kabar tentang buku yang saya pesan itu. Dari orang yang mengangkat telpon, akhirnya saya mendapat informasi, bahwa saya bertransaksi langsung dengan si penulis bukunya. kebetulan ia juga seorang pimpinan di perusahaan travel tersebut. Oooo... pantesan email saya tak dijawab. Ya, mungkin pemikiran Anda sama seperti saya.
Transaksi pembelian buku yang hanya puluhan ribu rupiah mungkin hanya menempati urutan ke 180 dalam prioritas sang penulis yang terlalu sibuk mengurusi perusahaan travelnya.
Sooooo... mengapa tak mendelegasikan saja penjualan buku itu kepada anak buahnya? kenapa nekat mau jualan buku secara online kalau tak mau melayani pembelinya? Mengenai bukunya sendiri? Ternyata isinya lebih mempromosikan perusahaan si bapak, dan mengajak kita untuk menjadi member.
Ya, ya, saya membaca iklan orang, dan saya harus membayar untuk itu.
0 comments:
Post a Comment