Akhirnya saya kembali ke toko kertas tempat saya membeli stiker tersebut. Sayangnya ternyata di toko itu stikernya habis, jadi saya harus mencari tempat alternatif yang menjual stiker yang sama. Akhirnya saya menemukan stiker tersebut di pinggiran jalan, dijual secara emperan. Penjualnya seorang pemuda yang sedang leha-leha. Lalu saya tanyakan berapa harga stiker tersebut selembarnya. Si abang bilang, harganya dua belas ribu rupiah. lebih dari dua kali lipat harga di toko kertas. Di toko kertas, harga yang ditawarkan relatif sudah fix, alias harga pas.
Kalaupun bisa ditawar pasti gak akan bisa turun jauh dari harga pembukanya. Dan yang melayani pun adalah si penjaga toko yang hanya karyawan, tak punya kewenangan untuk memainkan harga. Sementara yang di pinggir jalan, penjualnya adalah yang menjajakannya juga. Ia punya kuasa penuh untuk menentukan harga.
Dari harga 12.000 rupiah yang ditawarkan, kalau saya tawar setengahnya saja, 6.000 rupiah, harganya masih lebih tinggi dari harga di toko. Ya, akhirnya saya tawar seharga itu saja. Si penjual tentunya mengharap lebih. Lalu saya berakting mau pergi, pura-pura tak butuh. Si abang menahan, dan membolehkan saya membawanya dengan harga Rp. 6.000.
Jadi sekarang kalau beli sesuatu, saya lihat-lihat dahulu, yang menjual apakah sekaligus pemilik barangnya juga.
0 comments:
Post a Comment